asuhan keperawatan urtikaria
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urtikaria
ialah vaskular dikulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi dipermukaan kulit, disekitarnya dapat dikelilingi halo.
Urtikaria juga merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak, lesi menonjol yang edematous, berwarna merah
muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal dan menyebabkan gangguan
rasanyaman. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian tubuh termasuk membran
mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan komlikasi respiratorius
yang serius) dan gastrointestinal. Setiap urtikaria akan bertahan selama
periode waktu tertentu yang bervariasi
dari beberapa menit hingga beberapa jam sebelum menghilang, selama berjam-jam,
berhari-hari, kumpulan lesi ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara
periodik.
B. Tujuan
Adapun tujuan
pada makalah yang kami buat adalah :
* Untuk
mengetahui dengan jelas mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan
Pada klien
yang penderita URTIKARIA dirumah sakit dengan menggunakan
Proses
keperawatan.
* Agar mahasiswa
dapat mengetahui cara-cara pemeriksaan fisik baik persistem
Maupun head
to too.
* Untuk dapat
mengerti lebih jauh tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
Dengan
pendekatan yang baik pada pasien.
C. Rumusan
Masalah
Adapun
pertanyaan dari masalah penyakit URTIKARIA adalah sbb:
* Apa yang
dimaksud dengan urtikaria ?
* Bagaimana
anatomi kulit secara histologik ?
* Bagaimana
etiologi urtikaria ?
* Bagaimana
klasifikasi klinik urtikaria ?
* Bagaimana
gejala klinik urtikaria ?
* Bagaimana
cara pengobatan urtikaria ?
* Bagaimana
diagnosa penunjang urtikaria ?
* Bagaimana
asuhan keperawatan urtikaria ?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Urtikaria ialah
vaskular dikulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema
setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan meninggi dipermukaan kulit dan disekitarnya dapat dikelilingi halo.
Urtikaria juga merupakan reaksi alergi hipersensitivitas tipe I pada kulit yang
ditandai oleh kemunculan mendadak seperti lesi menonjol yang edematous,
berwarna merah muda dengan ukuran serta bentuk yang bervariasi, keluhan gatal
dan menyebabkan gangguan rasa nyaman. Kelainan ini dapat mengenai setiap bagian
tubuh termasuk membran mukosa (khususnya mulut), laring (kadang-kadang dengan
komlikasi respiratorius yang serius) dan traktus gastrointestinal. Setiap
urtikaria akan bertahan selama periode waktu tertentu yang bervariasi dari
beberapa menit hingga beberapa jam sebelum menghilang, selama berjam-jam,
berhari-hari kumpulan lesi ini dapat timbul, hilang dan kembali lagi secara
periodik.
B. Anatomi kulit secara
histopatologik
Pembagian kulit secara garis besar
tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau etikel terdiri atas : stratum korneum,
stratum lusidum, stratumgranulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
* Stratum korneum (lapisan tanduk)
adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas beberapa lapis sel-sel
gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin
(zat tanduk).
* Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas ditelapak
tangan dan kaki.
* Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis
sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum
granulosum juga tampak jelas ditelapak tangan dan kaki.
* Stratum spinosum (stratum malphigi)
atau disebut pula pickel cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa
lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya
prosese mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan
inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya.
* Stratum basale terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar, lapisan ini merupakan lapisan epidermis
yang paling bawah.
2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar dengan inti terdesak berpinggir sitoplasma lemak yang
bertambah.
C. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya.
Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam diantaranya: obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis,
genetik, dan penyakit sistemik.
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat
menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik. Obat sistemik menimbulkan
urtikaria secara imunologik contohnya obat-obat golongan penisilin, sulfonamid,
analgesik, pencahar, hormon, dan uretik. Adapula obat yang secara nonimunologik
langsung merangsang sel mas untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium,
dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis
prostaglandin dari asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan
ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya
seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan
urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah
telur, ikan,kacang, udang, coklat tomat, arbei, babi, keju, bawang dan
semacamnya. Bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi,
salisilat dan penisilin.
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengatan
serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, tetapi venom dan toksin bakteri,
biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepiting dan serangga
lainnya menimbulkan urtikaria bentuk popular disekitar tempat gigitan, biasanya
sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu atau bulan.
4. Trauma fisik
Trauma fisik dapat
diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda dingin,
faktor panas, misalnya matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran. Faktor
tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yangmenetas atau
semprotan air, fibrasi dan tekanan berulang-ulang contohnya pijatan, keringat,
pekerjaan berat, demam dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi ditempat yang mudah terkena
trauma. Urtikaria dapat timbul setelah goresan dengan benda tumpul, beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena darier.
5. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam
infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus, jamur
maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri contohnya pada infeksitonsil,
infeksi gigi, dan sinusitis. Urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh
sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus
coxsackie pernah dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria
yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Infeksi
jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria.
Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga schistosoma atau
echinococcus dapat menyebabkan urtikaria.
6. Psikis
Tekanan jiwa dapat
memacu sel masuk atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan fase
dillatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukkan
gangguan psikis. Penyelidikan memperhatikan bahwa hipnosis dapat menghambat
eritema atau urtikaria. Pada percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan
ambang rangsang eritema meningkat.
7. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada
urtikaria walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya
ialah angioneorotik edema herediter, familial cold urtikaria, vibratory
angioedema.
8. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit
kolagen dan keganasan dapat menyebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.
Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis sering menimbulkan
urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria antara
lain limpoma, hipertiroid, hepatitis, artritis pada demam reumatik atritris.
9. Kontaktan
Kontaktan yang
sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk testil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia dan bahan kosmetik. Keadaan
ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.
10. Inhalan
Inhalan berupa
serbuk sari bunga(polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergi. Reaksi ini sering dijumpai
pada penderita atopi dan diserat gangguan napas.
D. Klasifikasi
Dalam klasifikasi
terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya
serangan berlangsung secara urtikaria akut dan urtikaria kronik. Disebut akut
bila serangan berlangsung kurang dari enam minggu,atau berlangsung selama empat
minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut digolongkan
sebagai urtukaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda,
umumnya laki-laki lebih sering dari pada perempuan. Urtikaria kronik lebih
sering pada wanita usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih muda
diketahui, sedangkan pada urtikaria kronik sulit ditemukan.
Berdasarkan
morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria
popular bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dengan
giratan bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula yang anular dan arsinar.
Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan urtikaria lokal,
generalitasa dan angioedema. Adapula yang menggolongkan berdasarkan penyebab
urtikaria dan mekanisme terjadinya maka dikenal urtikaria sebagai imunologik
dan imunologik.
E. Gejala klinis
Keluhan subjektif
biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan edema
setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga,
misalnya dapat lentik ular, numular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang
lebih dalam sampai dermis dan jaringan
submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna
dan nafas, disebut angiodema. Pada keadaan ini jaringan lebih sering terkena
ialah muka, disertai sesak nafas, dan rinitis.
Dermografisme,
berupa edema dan eritema yang linear dikulit yang terkena goresan benda tumpul,
timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikaria akibat
tekanan,urtikarai timbul pada tempat yang tertekan, misalnya disekitar
pinggang, pada penderita ini demrmografisme jelas terlihat.
Urtikaria kronik
disebabkan faktor fisik, antara lain akibat udara dingin, panas, tekanan dan
penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat, dan
biasanya pada umumnya kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat.
Urtikaria
kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang
merangsang dan pekerjaan berat biasanya sangat gatal, urtikaria sangat
bervariasi dari beberapa mm sampai numular dan konfluen membentuk plaka.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare,
muntah-muntah, dan nyeri kepala, sering dijumpai pada umur 15-25 tahun.
F. Pengobatan
Pengobatan yang
paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari
penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling tidak mencoba mengurangi
penyebab tersebut sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan
penyebabnya.
Pengobatan dengan
antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah
diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya.
Berdasarklan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor
H2 (AH2).
Secara klinis
dasar pewngobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan kepada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1, namun efektivitas tersebut
beberapa kali berkaitan dengan efek samping farmakologi, yaitu sedas. Dalam
perkembangannya terdapat antihistamin yang baru yang berkhasiat terhadap
reseptor H1 tetapi nonsedasi, golongan ini disebut sebagai antihistamin
nonklasik
Pada umumnya efek
antihistamin telah terlihat dalam waktu14-30 menit setelah pemakaian oral, dan
mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6
jam. Tetapi ada juga antihistamin yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin
dan klemastin.
Pemakaian
diklinik hendaknya selalu mempertimbangkan cara kerja obat, farmakokinetiok dan
farmakodinamik, indikasi, dan kontra indikasi, cara pemberian, sertaefek
samping obatdan interaksi dengan obat lain.
Biasanya
antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi otot polos,
vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan penekanan pruritus. Selain efek ini
terdapat pula efek yang tidak berhubungan dengan antagonis reseptor H1, yaitu
efek antikolinergik atau menghambat reseptor alfa adrenergik.
Antihistamin H1 yang non klasik contohnya :
terfenadin, aztemizol, loratadin, dan mequitazin. Golongan inidiabsorpsi lebih
cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat
dan mencapaiefek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin), sedangkan
aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektivutasnya berlangsung
lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik, bahkan aztemizol masih efektif
21 hari setelah pemberian dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal
sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting.
Keunggulan lain
AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus
sawar darah otak. Disamping itu golongan ini tidak memberi efek antikolinergik,
tidak menimbulkan potensiasi dengan alkohol, dan tidak terdapat penekanan pasda
SSP serta relatif nontoksik.
Akhir-akhir ini
juga berkembang istilah antihistamin yang berkhasiat, berspektrum luas, yang
dimaksud adalah selain berkhasiat sebagai antihistamin, juga berkhasiat sebagai
mediatir lain umpamanya serotonin, contohnya homoklorsiklin.
Bila
pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya dipergunakan
antihistamin grup yang lain. Hidrolizin ternyata lebih efektif dari pada
antihistamin lain untuk mencegah urtikaria, dermografisme dan urtikaria
kolinergik. Pada urtikaria karena dingin ternyata siproheptadin lebih efektif.
Kadang-kadang golongan beta adrenergik seperti epinefrin atau efedrin,
kostikosteroid, sertatranquilizer, baik pula untuk mengatasi urtikaria.
Penyelidik lain mengemukakan pengobatan dengan obat beta adrenergik ternyata
lebih efektif untuk urtikaria yang kronik.pemberian kortikosteroid sistemik
diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaatnya
pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaatnya pada
urtikaria kronik. Pada tahun-tahun terakhir ini
dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan membuktikan bahwa dinding
pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor H2. hal ini dapat menerangkan,
mengapa antihistamin H1tidak selalu berhasil mengatasi urtikaria. Kombinasi
antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih
lanjut. Tetapi pada dermografisme yang kronik pengobatan kombinasi ternyata
lebih efektif dari pada antihistamin saja.
Pada
angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh karena obstuksi saluran
napas. Biasanya tidak responsif terhadap antihistamin, epinefrin, maupun
steroid. Pada gigitan serangga akut mungkin dapat diberikan infus dengan plasma
fresh frozen, yang obyektif tentu saja pemberian plasma yang mengandung C1
esterase inhibitor, C2 dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan tindakan
mengatasi edema laring.
Pengobatan
dengan anti-enzim, misalnya anti plasmin dimaksudkan untuk menekan aktivitas
plasmin yang timbul padfa perubahan reaksi antigen antibody. Preparat yang
digunakan adalah ipsilon. Obat lain ialah trasilol, hasilnya 44% memuaskan.
Pengobatan
dengan cara desentisasi, misalnya dilakukan pada urtikaria dengan melakukan
sentisasi air pada suhu 10 C(1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3 minggu. Pada
alergi debu, serbuk sari bunga dan jamur, desensitasi mula-mula dengan alergen
dosis kecil 1 minggu 2 kali, dosis dinaikkan dan dijalankan perlahan-lahan
sampai batas yang dapat ditoleransi oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan
pada sensitif terhadap makanan.
Pengobatan
lokal dikulit dapat dibedakan secara sistematik, misalnya anti-pruritus didalam
bedak. Tumor kulit merupakan salah satu dari beberapa jenis tumor pada manusia
yang dapat diikuti secara dini karena dapat dilihat dan diraba sejak permulaan pengawasan
dan penemuan tumor kulit dapat dilakukan lebih teliti dan diharapkan kepada
masyarakat akan secara sadar untuk berkonsultasi dengan dokter atau pusat
kesehatan terdekat.
G. Diagnosa Penunjang
Walaupun melalui anamnesis yang teliti
dan pemeriksaan klinis mudahditegakkan diagnostik urtikaria, beberapa
pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya, misalnya :
a). Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada
tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam tubuh.
Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan yrtikaria dingin.
b). Pemeriksaan gigi, telinga, hidung, tenggorok, serta usapan
vagina perlu untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal.
c). Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen.
d). Tes kulit, meskipun terbatas kegunaannya dapat dipergunakan
untuk membantu diagnosis. Uji gores dan uji tusuk, serta tes intradermal dapat
dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan dermatofit dan kandida.
e). Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan
yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
f). Pemeriksaan histopatologi, walaupun tidak selalu diperlukan,
dapat membantu diagnosis.biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapilar
dipapila dermis,geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada
tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut
terdapat infiltrasileukosit, terutama disekitar pembuluh darah.
g). Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto
tempel.
h). Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosis
urtikaria kolinergik.
I). Tes dengan es (ice cube
test).
j). Tes dengan air panas.
DIAGRAM FAKTOR IMUNOLOGIK DAN NON IMUNOLOGIK
YANG MENIMBULKAN URTIKARIA
Faktor non imunologik
Faktor imunologik




Mediator(morfin,kodein)
(inhalan,obat,makanan,
Infeksi)
![]() |
|||||
![]() |
![]() |
||||






Trauma, sinar X, cahaya)
Pengaruh
komplemen
Efek kolinergik
Aktivasi-komplemen
(Ag-Ab,
venom, toksin)
PELEPASAN
MEDIATOR
![]() |
Reaksi tipe
II
Alkohol VASODILATASI

demam MENINGKAT
![]() |
Reaksi
tipe III
Faktor
genetik
URTIKARIA DEFISIENSI
cl asterase
inhibitor
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Adapun yang
akan dikaji pada penyakit ini adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis
~ pertanyaan
dan permintaan informasi yang akurat melakukan instruksi dan ter
Jadi
komplikasi yang dapat dicegah.
~ perasaan
negatif tentang diri sendiri, ketakutan, penolakan atau reaksi orang
Lain.
~ keluhan nyeri,
penampilan dari wajah bahwa terasa nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
~ pemeriksaan
fisik kadang menemukan adanya edema (kemerahan) yang dapat
Terjadi
akibat panas, dingin, trauma, sinar matahari dan ultrafiolet.
B. DIGNOSA KEPERAWATAN
Adapun
diagnosa keperawatan penyakit urtikaria adalah sebagai berikut :
~ Kurang pengetahuan
(kebutuhan belajar) tentang kondisi, proknosis dan kebutuhan
Pengobatan.
~ Gangguan citra tubuh,
penampilan peran, perubahan.
~ Gatal-gatal.
C. TUJUAN
Tujuan dari
penyakit urtukaria adalah sebagai berikut :
~ Sasaran umum pasien
dapat mengikat pengetahuan dan mengenal sumber informa
Siagar supaya tidak
salah interpretasi informasi.
~ Supaya pasien tidak
mengalami kejadian traumatik, kecatatan, nyeri dan gatal-gatal
~ Tindakan
menghilangkan edema dan mencegah kerusakan kulit dan jaringan.
D. INTERVENSI DAN RASIONAL
~ Intervensi
1). Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang.
2). Identifikasi sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat
jalan dan apa bahayanya.
3). Diskusikan perawatan kulit seperti memakai pelembab.
4). Kaji ulang pengobatan termasuk tujuan, dosis, rute dan efek
samping yang diharapkan
5). Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evolusi medik
seperti gatal pada daerah yang mengalami udema.
6). Kaji makna hilangnya atau perubahan pada pasien dan orang
terdekat.
7). Beritahu pasien atau orang terdekat tentang kelelahan,
kebosanan, emosi, masalah
pengambilan keputusan.
Memberikan informasi tentang dengan interaksi penasehat
profesional yang tepat.
8).Terima dan akui ekspresi, prustasi, ketergantungan dan kemarahan.
Perhatikan
perilaku menarik diri dan
penggunaan penyangkalan.
9). Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada
penyuluhan kesehatan, dan
menyusun tujuan dalam
keterbatasan.
10). Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan
memberikan keyakinan
yang salah.
~ Rasional
1). Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
2). Meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan
meningkatkan kemandirian.
3). Gatal dan sensivitas edema kulit yang sembuh.
4). Pengulangan memungkinkan kesempatan untuk bertanya dan
menyakinkan pemahaman yang akurat.
5). Memberikan pandangan terhadap beberapa masalah pasien atau orang
terdekat dapat menambah dan membantu mereka menjadi waspada bahwa bantuan atau pertolongan tersedia bila perlu.
6). Deteksi dini terjadi komplikasi (contoh infeksi, penyembuhan
lambat) dapat mencegah berlanjut lebih serius.
7). Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba untuk
diantisipasi, membuat perasaan kehilangan aktual yang dirasakan, ini memerlukan
dukungan dalam perbaikan optimal.
8). Penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang
terjadi, membantu perbaikan. Ini tidak membantu kemungkinan mendorong pasien
sebelum siap untuk menerima situasi yang mungkin mekanismeadaptif, karena
pasien tidak siap mengatasi masalah pribadi.
9). Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan
perawat.
10). Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk
menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas.
E. EVALUASI
1) Menyatakan pemahaman kondisi, progmosis dan pengobatan,
penerimaan situasi diri.
2) Melakukan dengan benar tindakan tertentu dan menjelaskan alasan
tindakan.
3) Melakukan perubahan pola hidup tertentu dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
4) Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi.
5) Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan.
6) Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
7) Melaporkan bahwa gatal-gatal berkurang atau terkontrol.
8) Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuih rileks.
9) Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan
tepat.
Comments