Asuhan keperawatan TBC paru-paru
ASUHAN
KEPERAWATAN KLIEN ANAK “A”
DENGAN TUBERKULOSIS PARU-PARU
I.
Pengertian
Tuberkulosis
merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi
hanya strain Bovin dan Human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel
ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.
II. Patogenesis
Tempat
masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne),
yaitu melalui inhalasi droplet yang mendukung kuman-kuman basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk
utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosisadalah penyakit
yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit (biasanya limfosit T) adalah sel imunosupresifnya.
Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan
ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya . Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas.
Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
satu sampai tiga basil. Setelah berada di alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan akan mengalami gejala pneumonia akut. Pneumonia ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses
dapat juga berlanjut terus dan bakteri dapat terus difagosit atau berkembang
biak dalam sel. Basil juga menyebar dalam getah bening menuju kekelenjar getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi
oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut kaseosa. Lesi primer paru-paru dinamakan focus Ghon dan dan
gabungan terserangnya getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Ghon. Respon lain yang dapat terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronchus
dan menimbulkan kavitas kemudian akan masuk kepercabangan trakheobronkhial.
Proses ini dapat terulang kembali dibagian lain dari paru-paru atau basil dapat
terbawa sampai kelaring, telinga tengah atau usus.
III. Diagnosis dan Manifestasi Klinik
Pada
stadium dini penyakit tuberculosis biasanya tidak tampak adanyatanda atau
gejala yang khas. Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya dengan fase tuberculin,
pemeriksaan radiogram, dan pemeriksaan bakteriologik. Menurut CDC suatu
kasus tuberculosis dapat dipastikan bila organisme M. tuberculosis dapat diidentifikasi. Jika
bakteri tidak diperoleh, maka laporan kasus tuberculosis dianggap benar bila
hal-hal berikut ini dapat ditemukan :
1.
Prosedur
diagnostik sudah dilakukan dengan lengkap (Reaksi Hipersensitivitas berupa ;
Tes tuberculin intradermal Mantoux, Tes tuberculin dengan suntikan jet, Tes
tuberculin tusukan majemuk)
2.
Bukti
adanya tuberculosis dengan pemeriksaan bakteriologik.
3.
Radiografik
dada dengan hasil abnormal dan/atau bukti klinis akan adanaya penyakit ini.
4.
Keputusan
untuk memberikan satu paket terapi yang lengkap dengan dua atau lebih obat anti
tuberculosis.
Dengan berjalannya penyakit dan
semakin banyaknya dekstruksi jaringan paru-paru, produksi sputum semakin banyak
dan batuk dapat menjadi semakin berat. Biasanya tidak ada gejala nyeri dada dan
batuk darah biasanya hanya dikaitkan dengan kasus-kasus yang sudagh lanjut.
Beberapa penderita mengalami batuk produktif, keletihan, lemah, keringat pada
malam hari dan berat badan menurun mirip dengan tanda dan gejala bronchitis
akut dan pneumoni.
IV.
Pengobatan
dan Prinsip-Prinsip Kemoterapi.
Pengobatan
tuberkulosis terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu
lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit
klinis pada seorang yang sudah terjangkit infeksi. Agar pengobatan dapat
berjalan efektif obat yang diberikan harus mampu mengganggu fungsi vital kuman
tuberculosis tanpa membahayakan klien, Stead
dan Bates (1983) menekankan
bahwa “pilihan terapi harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang sudah diakui
kebenarannya” adapun prinsip-prinsip tersebut adalah :
1.
Obat
terpilih harus merupakan obat terhadap mana basil masih peka.
2.
Bahkan
dalam suatu populasi basil yang umumnya masih peka, perubahan alami kearah
resisten timbul pada setiap 1 dari 100.000 sampai 1juta organisme.
3.
Obat-obatan
bakterisidal lebih disukai.
4.
Jika
pengobatan yang diberikan kelihatan gagal maka penambahan satu macam obat lain
hanya akan mengundang datangnya bencana.
5.
Terapi
harus dilanjutkan cukup lama untuk eradikasi basil dalam tubuh.
6.
Semua obat
harus diminum sebelum makan pagi dan dalam dosis tunggal agar dicapai suatu
konsentrasi gabungan puncak yang memberikan efek maksimal terhadap basil.
Kelompok-kelompok
resiko tinggi berikut ini harus mengalami pengobatan pencegahan :
1.
Anggota
keluarga atau mereka yang dekat dengan penderita yang baru didiagnosis
terinfeksi tuberculosis.
2.
Tes kulit
tuberculin positif, disertai ditemukannya hasil radiogram yang sesuai dengan
penyakit tuberculosis nonprogressif dan yang belum pernah menerima pengobatan
kemoterapi yang adekuat dimasa lampau.
3.
Orang yang
baru saja terinfeksi.
4.
Orang yang
memiliki reaksi tuberculin bermakna dalam keadaan klinik khusus.
5.
Orang yang
rekasi tuberkulinnya bermakana dan berusia dibawah 35 tahun
6.
Orang yang
reaksi tuberculin bermakna juga memiliki
AB terhadap virus HIV.
7.
Orang-orang
dengan reaksi tuberculin bermakna yang berada dalam keadaan epidemiologi
khusus.
Obat-obat kemoterapi untuk pengobatan
Tuberkulosis
Nama Obat
|
Dosis
|
Efek
samping
utama
|
Pemantauan
|
Keterangan
|
|
Harian
|
Dua
kali/minggu
|
||||
Obat-obatan unruk pengobatan awal :
Isoniasid
Rifampicin
Ethambutol hidroklorida
Pyrazinamide
Streptomycine
Obat-obat pilihan kedua
Capreomyecine
Cycloserine
Kanamicine
|
300 mg PO atau IM
(10 – 20 mg/kgBB)
600 mg PO (10-20
mg/kg)
15-25 mg/kgBB PO
2 g PO (15 – 30
mg/kg BB)
0,75 – 1 gr IM ( 15-20 mg/kg BB)
1 g IM (15-30 mg/kg BB)
1 g PO(15-20
mg/kg BB)
1 g IM (15 – 30 mg/kg BB)
|
15 mg/kg BB PO atau IM
600 mg PO
50 mg/kg BB
50 – 70 mg/kg BB
25 – 30 mg/kg BB
|
Neuritis perifer, hipersensitivitas dan hepatitis
Peningkatan enzim-enzim hati.
Gangguan saluran pencernaan (Anoreksia, mual,
muntah, diare) hepatitis dan penekanan kekebalan.
Neuritis optika(reversible bila obat segera
dihentikan), ruam pada kulit
Hjepatotoksik, hiperurisemia, atralgia, ruam
kulit.
Ototoksik
Nefrotoksik, ototoksik
Perubahan personalitas, psikosis, kejang, ruam
Toksisitas Auditori, nefrotoksik
|
AST/ALT (tidak rutin)
AST/ALT
AST/ALT, as. Urat
Audiogram fungsi vestibular, BUN dan Kreatinin
Sda
Tes psikologis
Audiogram fungsi vestibular, BUN dan krestinin
|
Untuk neuritis : piridokain 10 mg sebagai
pencegahan 50 – 100 mg untuk pengobatan.
Dpt `perlu penyesuaian obat yg dap dipakai dgn
kontrasepsi oral, antikoagulan, kortikosteroid
Tdk dianjurkan diberikan pd wanita hamil. Hrs
diberikan secara hati-hati pd penderita dgn insufisiensi ginjal.
Allopurinol atau probenesid untuk mengurangi as.
Urat serum.
Berikan dgn hati-hati pd individu yg lebih tua.
Hindari penggunaan obat ini pd penderita dgn insufisiensi ginjal.
Sda
Obati neurotoksisitas dgn piridoksin 100-200 mgf
setiap hari
Sama dgn streptomicine.
|
V.
Klasifikasi
Klasifikasi
TBC didasarkan pada hubungan yang luas antara parasit dan penderita, hubungan
ini ditunjukkan dgn riwayat terjangkitnya penyakit, infeksi dan penyakit.
Klasifikasi ini dibagi menjadi 6 kategori atau kelas yg ditujukan untuk
anak-anak dan dewasa.
Kelas
0
Tdk ada jangkita TBC, tdk terinfeksi .
Kelas
1
Terpapar TBC, tdk ada bukti infeksi
Kelas
2
Ada infeksi TBC, tdk
timbul penyakit
Kelas
3
TBC : saat ini sedang sakit, lokasi penyakit paru-paru, pleura,
limfatik, tulang dan atau sendi, kemih, kelamin, diseminata (milier),
meningeal, peritoneal dll.
Kelas
4
TBC
: Saat ini tdk sedang menderita penyakit, dalam pengobatan kemoterapi.
Kelas
5
Orang
dicurigai mendapatkan TBC.
VI.
Pencegahan
dan Pengendalian
Program-program
kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk mendeteksi kasus-kasus dan
menemukan sumber infeksi secara dini. Terapi pencegahan TBC dengan obat antimikroba
merupakan sarana yang efektif untuk mengontrol penyakit. Hal ini merupakan
tindakan preventif yang ditujukan baik untuk mereka yang sudah terinfeksi
maupun masyarakat pada umumnya.
Eradikasi
TBC dilakukan dengan menggabungkan kemoterapi yang efektif, identifikasi segera
dan tindak lanjut pada orang yang mengalami kontak dengan penyakit ini , dan
terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok dalam populasi yang beresiko
tinggi.
VII.
Asuhan
Keperawatan
A. Dasar data pengkajian klien
Data
tergantung pada tahap poenyakit dan derajat yang terkena.
1.
Aktivitas/istirahat
Θ Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil atau
berkeringat, mimpi buruk.
Θ Tanda : Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot,
nyeri dan sesak (tahap lanjut).
2.
Integritas
EGO
Θ
Gejala : Adanya /factor stress lama, masalah
keuangan, rumah, perasaan tdk berdaya/ tdk ada harapan.
Θ
Tanda : Menyangkal, ansietas, ketakutan dan mudah
terangsang.
3.
Makanan/cairan
Θ
Gejala : Kehilangan nafsu makan, tidak dapat
mencerna, penurunan berat badan.
Θ
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik,
kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
4.
Nyeri/kenyamanan
Θ
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Θ
Tanda : Berhati-hati pada area sakit, perilaku
distraksi, gelisah.
5.
Pernapasan
Θ
Gejala : Batuk produktif atau tidak, nafas pendek,
riwayat TBC/terpajan pada individu terinfeksi.
Θ
Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan,
pengembangan pernapasan tidak simetris, perkusi pekak dan penurunan fremitus,
karakteristik sputum (hijau,/purulen, mukoid kuning atau bercak darah), deviasi
tracheal, tdk perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap
lanjut.
6.
Keamanan
Θ
Gejala : Adanya kondisi penekanan imun.
Θ
Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.
7.
Interaksi
social
Θ Gejala : Perasaan
isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung
jawab/perubahan kapasitas fisikuntuk melaksanakan peran.
8.
Penyuluhan/pembelajaran
Θ Gejala : Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan
buruk, gagal untuk membaik, tidak berpartisipasi dalam terapi.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Kultur
sputum
2.
Tes kulit.
3.
Elisa/Western
Blot
4.
Foto
thorak
5.
Histologi
atau kultur jaringan
6.
Biopsi
jarum pada jaringan paru
7.
Elektrosit
8.
GDA
9.
Pemeriksaan
fungsi paru.
C. Diagnosa Keperawatan
1). Resiko
tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan
dengan:
-
Pertahanan
primer tdk adequate
-
Kerusakan
jaringan/ tembahan infeksi
-
Penurunan
pertahanan/penekanan proses inflamasi
-
Malnutrisi
-
Terpajan
lingkungan
-
Kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
-
Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
-
Menunjukkan
teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
1. Kaji
patologi penyakit
Rasional
: membantu klien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk
mencegah pengaktifan berulang/komplikasi.
2.
Identifikasi orang lain yang beresiko
Rasional : Orang ini perlu program terapi
obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3.
Anjurkan klien untuk batuk dan bersin dan mengeluarkan pada
tissue dan menghindari meludah.
Rasional : Perilaku ini diperlukan untuk
mencegah penyebaran
infeksi..
4. Awasi
suhu sesuai indikasi
Rasional : Reaksi demam merupakan
indicator adanya infeksi
lanjut.
5.
Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antiinfeksi sesuai
indikasi.
6.
dan lain-lain.
2). Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
-
Sekret
kental/darah
-
Kelemahan,
upaya batuk buruk
-
Edema
tracheal/faringeal
Ditandai dengan :
-
Frekuensi
pernapasan, irama, kedalam tidak normal
-
Bunyi
nafas tidak normal dan dispnea.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
-
Mempertahankan
jalan nafas klien
-
Mengeluarkan
secret tanpa bantuan
-
Menunjukkan
prilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan nafas
-
Berpartisipasi
dalam program pengobatan
-
Mengidentifikasi
potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi :
1.
Kaji fungsi pernafasan
Rasional : Penurunan
bunyi nafas dapat menunjukkan Atelektasis
dan kelainan bunyi nafas
lainnya.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif
Rasional
: Pengeluaran sulit bila secret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah
cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
3. Berikan klien posisi semi atau Fowler tinggi. Bantu klien
untuk
batuk dan latihan nafas
dalam.
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
4.
Kolaborasi dalam pemberian udara lembab/oksigen inspirasi
Rasional : mencegah pengeringan membran
mukosa, membantu
pengenceran secret.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkhodilator dan
kortikosteroid
Rasional : Mukolitik
menurunkan kekentalan dan perlengketan
secret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Bronkhodilator untuk meningkatkan
ukuran lumen percabangan trakheobronkhial dan kortikosteroid berguna pada adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan bilarespon inflamasi mengancam hidup.
6. dan lain-lain.
3). Resiko terhadap
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
:
-
Penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis
-
Kerusakan
membran alveolar-kapiler
-
Secret
kental, tebal dan adanya edema bronchial.
Hasil yang
diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
-
Melaporkan
tidak adanya/penurunan dispnea
-
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
-
Bebas dari
gejala distress pernapasan.
Intervensi :
1. Kaji
adanya gangguan bunyi/pola nafas dan kelemahan
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas
pada paru dari bagian kecil bronchopneumonia sampai inflamasi difus luas,
nekrosis, effusi pleura dan fibrosis luas.
2. Tingkatkan
tirah baring/batasi aktivitas dan Bantu aktivitas
perawatan diri sesuai keperluan.
Rasional : Menurunkan konsumsi
oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya
gejala.
3. Berikan
tambahan oksigen yang sesuai.
Rasional : Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya
penurunan alveolar paru.
4. dan lain-lain.
4). Perubahan pola nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
:
-
Kelemahan
-
Sering
batuk/produksi sputum
-
Anoreksia
-
Ketidakcukupan
sumber keuangan
Ditandai dengan
;
-
Berat
badan dibawah 10 –20% ideal untuk bentuk tubuh dan berat.
-
Melaporkan
kurang tertarik pada makanan
-
Tonus otot
buruk
Hasil yang
diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
-
Menunjukkan
berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan
bebas tanda malnutrisi.
-
Melakukan
prilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
yang tepat.
Intervensi :
1.
Catat
status nutrisi klien
Rasional :
berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan piliha intervensi yang
tepat.
2.
Pastikan
pola diet biasa klien yang disukai dan yang tidak
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.
3.
Dorong
makan sedikit dan sering dengan diet TPK
Rasional :
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu.
4.
Dorong
orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan klien
kecuali kontra indikasi.
Rasional :
Membuat lingkungan social lebih normal selama makan dan membantu memenuhi
kebutuhan personal dan cultural.
5.
Kolaborasi
dengan ahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional :
Memeberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adequate untuk
kebutuhan metabolic dan diet.
6.
Kolaborasi
dalam pemberian antipiretik tepat sesuai indikasi.
Rasional ; Demam
meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga konsumsi kalori.
7.
dan
lain-lain.
5). Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan :
-
Kurang
terpajan pada/salah interpretasi informasi
-
Keterbatasan
kognitif
-
Tidak
akurat/tidak lengkap informasi yang ada.
Ditandai
dengan :
-
Permintaan
informasi
-
Menunjukkan
kesalahan konsep tentang status kesehatan
-
Kurang
atau tidak akurat mengikuti instruksi/perilaku
-
Menunjukkan
atau memperlihatkan perasaan terancam.
Hasil
yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
-
Menyatakan
pemahaman prosespenyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan
-
Melakukan
prilaku/perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan
resiko pengaktifan ulang TB
-
Mengidentifikasi
gejala yang membutuhkan evaluasi/intevensi
-
Menggambarkan
rencana untuk menerima perawatan kesehatan adequate.
Intevensi
:
1.
Kaji
kemampuan klien untuk belajar
Rasional
: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik serta ditingkatkan pada
tahapan individu.
2.
Identifikasi
gejala yang harus dilaporkan keperawat
Rasional
: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut.
3.
Tekankan
pentingnya mempertahankan nutrisi dan cairan adekuat
Rasional
:Memenuhi kebutuhan metabolic membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan
penyembuhan. Cairan dapat mengeluarkan/mengencerkan secret.
4.
Dorong
untuk tidak merokok
Rasional
: Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan
disfungsi pernapasan/bronchitis.
5.
dan
lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran
EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek SS, Husna A, Kapita
selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia,
1982, Hal.206 - 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit),
Buku 2,
Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
PENYIMPANGAN KDM TUBERKULOSIS




Pe ↑ Metabolisme Limfatogen & Hematogen
![]() |
![]() |
Pemecahan
karbohidrat Paru Reaksi
inflamasi



Tuberkel pecah Pe ↑ produksi mukus


![]() |
Eksudasi Penumpukan
sekresi mucus

![]() |
![]() |
||

Batuk-batuk
![]() |
Jumlah
total jaringan
Paru berkurang Bersihan jalan nafas tidak
efektif
![]() |
![]() |
||
Luas total membran
aspirasi berkurang


-
Kurang terpajan/salah
interpretasi formal Gangg.
Pertukaran gas
-
Keterbatasan kognitif
- Informasi yang tidak akurat/tidak lengkap


Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar
![]() |
Comments