ASKEP CIDERA KEPALA
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA (TRAUMA CAPITIS)
A. Definisi
Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi)
yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan.
Prinsip
– prinsip pada trauma kepala:
a.
Tulang tengkorak sebagai
pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk mengatasi adanya
pukulan.
b.
Bila daya/toleransi elastisitas
terlampau akan terjadi fraktur
c.
Berat/ringannya cedera
tergantung pada:
1.
Lokasi yang terpengaruh:
a)
Cedera kulit
b)
Cedera jaringan tulang
c)
Cedera jaringan otak
2.
Keadaan kepala saat terjadi
benturan
a.
Masalah utama adalah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial ( TIK )
b.
TIK dipertahankan oleh 3
komponen:
1.
Volume darah / pembuluh darah (
± 75 – 150 ml )
2.
Volume jaringan otak ( ± 1200 –
1400 ml )
3.
Volume LCS ( ± 75 – 150 ml )
Masalah
yang timbul dari trauma kepala
B. Tipe Trauma Kepala
Tipe/macam-macam
trauma kepala antara lain:
1.
Trauma kepala terbuka
Kerusakan
otak dpat terjadi bila tulang tengkorak mauk ke dalam jaringan otak dan melukai:
a)
Merobek durameter ® LCS
merembes
b)
Saraf otak
c)
Jaringan otak
Gejala
fraktur basis:
a.
Battle sign
b.
Hemotympanum
c.
Periorbital echymosis
d.
Rhinorrhoe
e.
Orthorrhoe
f.
Brill hematom
2.
Trauma kepala tertutup
a.
Komosio
1)
Cidera kepala ringan.
2)
Disfungsi neurologis sementara
dan dapat pulih kembali.
3)
Hilang kesadaran sementara,
kurang dari 10 – 20 menit.
4)
Tanpa kerusakan otak permanen.
5)
Muncul gejala nyeri kepala,
pusing, muntah.
6)
Disorientasi sementara.
7)
Tidak ada gejala sisa.
8)
MRS kurang 48 jam ® kontrol 24
jam pertama, observasi tanda-tanda vital.
9)
Tidak ada terapi khusus.
10)
Istirahat mutlak ® setelah
keluhan hilang coba mobiliasi brtahap, duduk ® berdiri ® pulang.
11)
Setelah pulang ® kontrol,
aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b.
Kontosio
1)
Ada memar otak.
2)
Perdarahan kecil lokal/difusi ®
gangguan lokal ® perdarahan.
3)
Gejala :
a)
Gangguan kesadaran lebih lama
b)
Kelainan neurologik positif,
reflek patologik positif, lumpuh, konvulsi.
c)
Gejala TIK meningkat.
d)
Amnesia retrograd lebih nyata
c.
Hematom epidural
1)
Perdarahan antara tulang
tengkorak dan durameter.
2)
Lokasi terering temporal dan
frontal.
3)
Kategori talk and die.
4)
Sumber: pecahnya pembuluh darah
meningen dan sinus venosus
5)
Gejala: manifestasinya adanya
desak ruang.Penurunan
kesadaran ringan saat kejadian ® periode Lucid (beberapa menit – beberapa jam)
® penurunan kesadaran hebat ® koma, serebrasi, dekortisasi, pupil dan isokor,
nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
d.
Hematom subdural
1)
Perdarahan antara durameter dan
archnoid.
2)
Biasanya pecah vena ® akut,
subakut, kronis.
3)
Akut :
a.
Gejala 24 – 48 jam
b.
Sering brhubungan dengan cidera
otak dan medulla oblongata.
c.
PTIK meningkat
d.
Sakit kepala, kantuk, reflek
melambat, bingung, reflek pupil lambat.
4) Sub akut
Berkembang
7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK meningkat ® kesadaran
menurun.
5) Kronis :
a.
Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
b.
Perdarahan kecil-kecil
terkumpul pelan dan meluas.
c.
Gejala sakit kepala, letargi,
kacau mental, kejang, disfgia.
e.
Hematom Intrakranial
1)
Perdarahan intraserebral ± 25
cc atau lebih
2)
Selalu diikuti oleh kontosio
3)
Penyebab: Fraktur depresi,
penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi mendadak.
Herniasi
ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema local.
Karena
adanya kompresi langsung pada batang otak → gejala pernapasan abnormal :
Chyne
stokes
Hiperventilasi
Apneu
Apneu
C. Sistem Kardiovaskuler
Trauma
kepala → perubahn fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : Disritmia, Fibrilasi, Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis → terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel → curah jantung menurun → meningkatklan thanan ventrikel kiri → edema paru.
Perubahan saraf otonom pada fungsi ventrikel : Disritmia, Fibrilasi, Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis → terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel → curah jantung menurun → meningkatklan thanan ventrikel kiri → edema paru.
D. Sistem Metabolisme
Trauma
kepala → cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah Nitrogen.
Dalam kedaan stress fisiologis.
Dalam kedaan stress fisiologis.
E. Patofisiologi
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam
keadaan normal cerebal blood flow (CBF) adalah 50–60 ml/menit/100gr jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma
kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera
kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1.
Cedera kepala primer
Akibat
langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang menyebabkan
gangguan pada jaringan.
Pada
cedera primer dapat terjadi:
a.
Gegar kepala ringan
b.
Memar otak
c.
Laserasi
2.
Cedera kepala sekunder
Pada
cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
a.
Hipotensi sistemik
b.
Hipoksia
c.
Hiperkapnea
d.
Udema otak
e.
Komplikai pernapasan
f.
Infeksi / komplikasi pada organ
tubuh yang lain
F. Gejala klinis
1.
Jika klien sadar ® sakit kepala
berat
2.
Muntah proyektil
3.
Papil edema
4.
Kesadaran makin menurun
5.
Perubahan tipe kesadaran
6.
Tekanan darah menurun,
bradikardia
7.
Anisokor
8.
Suhu tubuh yng sulit
dikendalikan.
G. Penatalaksanaan
Observasi
dan pemeriksaan fisik
1.
Keadaan umum : Lemah, gelisah,
cenderung untuk tidur
2.
TTV : Suhu, nadi, tensi, RR,
GCS/Glasgow C Scale
3.
Body of system
a.
Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Kebersihan
Dada : Bentuk simetris
kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi di seluruh lapangan paru,
batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi
pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara nafas
tambahan bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris
kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara
sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara
vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan weezing.
b.
Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding
)
Inspeksi : Bentuk dada simetris
kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi
jantung tampak..
Palpasi : Frekuensi nadi/HR,
tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat
Perkusi : Suara pekak
Auskultasi : Irama reguler,
sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema
c.
Persyarafan ( B3 : Brain )
Kesadaran, GCS
Kepala : Bentuk ovale, wajah
tampak mioring ke sisi kanan
Mata : Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti
perintah.
Mulut : Kesulitan menelan,
kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia.
Leher : Tampak pada daerah
leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak perbesaran vena
jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.
d.
Perkemihan-eliminasi urine ( B4
: Bledder )
Inspeksi : Jumlah urine, warna
urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan genitalia eksternal, jamur,
ulkus, lesi dan keganasan.
Palpasi : Pembesaran kelenjar
inguinalis, nyeri tekan.
Perkusi : Nyeri pada perkusi pada
daerah ginjal.
e.
Pencernaan-eliminasi alvi ( B5
: Bowel )
Inspeksi : Mulut dan tenggorokan
tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan, keluhan nyeri, gangguan
pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang air besar perhari.
Palpasi : Hepar tidak teraba,
ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara timpani pada
abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar.
Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.
Abdomen : Tidak terdapat asites,
turgor menurun, peristaltik ususnormal.
Rektum : Rectal to see
f.
Tulang-otot-integumen ( B6 :
Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif,
droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik,
akral kulit.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok,
riwayat peminum alkohol, kesibukan, olah raga.
Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari,
kesulitan menelan, diet khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK
dengan jumlah urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi,
relative tidak ada gangguan buang air.
Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana
tenang
Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga,
kooperatif dengan sesamanya.
Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba,
disorientasi, reflek.
Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu
keras, senang ngobrol dan berkumpul.
Pola seksual dan reproduksi
Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang
penyakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh.
Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci
rambut/minggu.
Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat disekitar tempat tinggal.
Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun masyarakat disekitar tempat tinggal.
Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui
kegiatan agama, pemenuhan kebutuhan spiritualnya.
Pemeriksaan Diagnostik:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
Prioritas perawatan:
1.
Memaksimalkan perfusi/fungsi
otak
2.
Mencegah komplikasi
3.
Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan
ke fungsi normal.
4.
Mendukung proses pemulihan
koping klien/keluarga
5.
Pemberian informasi tentang
proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1.
Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/ hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung)
2.
Resiko tinggi pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3.
Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4.
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan
kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7.
Resiko tinggi terhadap
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak
mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN
1)
Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma);
edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
Mempertahankan
tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Kriteria hasil:
Tanda
vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Tindakan :
Rencana Tindakan :
1.
Tentukan faktor-faktor yg
menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
2.
Pantau /catat status neurologis
secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
3.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran,
kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
4.
Pantau tanda-tanda vital: TD,
nadi, frekuensi nafas, suhu.
5.
Pantau intake dan out put,
turgor kulit dan membran mukosa.
6.
Turunkan stimulasi eksternal
dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.
7.
Bantu pasien untuk menghindari
/membatasi batuk, muntah, mengejan.
8.
Tinggikan kepala pasien 15-45
derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
9.
Batasi pemberian cairan sesuai
indikasi.
10.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi.
11.
Berikan obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.
2)
Resiko tinggi pola napas tidak
efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
Mempertahankan
pola pernapasan efektif.
Kriteria
evaluasi:
Bebas
sianosis, GDA dalam batas normal
Rencana
tindakan :
1.
Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
2.
Pantau dan catat kompetensi
reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri.
Pasang jalan napas sesuai indikasi.
3.
Angkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.
4.
Anjurkan pasien untuk melakukan
napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
5.
Lakukan penghisapan dengan
ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan
kekeruhan dari sekret.
6.
Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal
misal: ronkhi, wheezing, krekel.
7.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
8.
Lakukan rontgen thoraks ulang.
9.
Berikan oksigenasi.
10.
Lakukan fisioterapi dada jika
ada indikasi.
3)
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan
kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan
normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria
evaluasi:
Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu.
Rencana
tindakan :
1.
Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
2.
Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik
dari drainase dan adanya inflamasi.
3.
Pantau suhu tubuh secara
teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran).
4.
Anjurkan untuk melakukan napas
dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi
karakteristik sputum.
5.
Berikan antibiotik sesuai
indikasi
4)
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
Tujuan
:Klien merasa nyaman.
Kriteria
hasil :
Klien
akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang
harus dihindari.
Rencana
tindakan :
1.
Dorong klien untuk berbaring
dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen.
R/
tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama
perawatan dan saat klien lemah.
2.
Singkirkan pemandangan yang
tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan klien.
R/
pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat
muntah.
3.
Dorong masukan jumlah kecil dan
sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml
tiap ½ -2 jam.
R/
cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan
dengan demikian tidak memperberat gejala.
4.
Instruksikan klien untuk
menghindari hal ini :
Cairan
yang panas dan dingin
Makanan
yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah)
5.
Kafein
R/
Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang
peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas
usus.
6.
Lindungi area perianal dari
iritasi
R/
sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal.
5)
Resiko tinggi terhadap
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
Tujuan
:
a.
Intake nutrisi meningkat.
b.
Keseimbangan cairan dan
elektrolit.
c.
Berat badan stabil.
d.
Torgor kulit dan membran mukosa
membaik.
e.
Membantu keluarga dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral.
f.
Keluarga mampu menyebutkan
pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam dan rendah lemak.
Kriteria
hasil :
Klien
dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi. Klien
diberikan rentang skala (1-10).
1.
Mengkaji keadaan nutrisi untuk
mengetahui intake nutrisi klien.
2.
Kaji faktor penyebab perubahan
nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan makanan yang bergizi,
keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat).
3.
Kolaborasi dengan tim gizi
tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet (rendah garam dan
rendah lemak).
4.
Membantu keluarga dalam
memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien untuk menghindari
makanan yang berpantangan dengan penyakitnya.
5.
Membantu memberikan vitamin dan
mineral sesuai program.
6.
Kolaborasi dengan Tim dokter
dalam pemberian Transfusi Infus RD
5% 1500 cc/24 jam dan NaCl.
Comments